Obat bius lokal/anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa
adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja
pada tiap bagian susunan saraf.
Obat bius lokal bekerja merintangi
secara bolak-balik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat
(SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri,
gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin.
Obat bius lokal mencegah
pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di
selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua
organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya,
anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom,
cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
Batas keamanan harus lebar
Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain,
benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada
pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter
gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan
kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar
yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada
atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan
hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya
daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.
Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai
bawah.
Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid
atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural yakni ruang antara kedua
selaput keras dari sumsum belakang.
Anestesi Kaudal
Anestesi
kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat
yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melaluihiatus skralis.
Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek
kardiodepresifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan
penapasan dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula mengakibatkan
reaksi hipersensitasi.
Ada anggapan bahwa obat bius lokal
dianalogikan dengan obat "doping" sehingga dilarang seperti kokain yang
merupakan obat doping yang merangsang. Kokain adalah anestetik lokal
yang pertama kali ditemukan. Saat ini, penggunaan kokain sangat dibatasi
utuk pemakaian topikal khususnya untuk anestesi saluran napas atas.
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi
spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural
atau blok intratekal.
Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal
ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat
jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang
belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan
penyebaran obat.
Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi
dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk
rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami blokade
terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan
proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu
kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan
urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung
lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid
melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah
bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan
cairan serebrospinal.
Indikasi
Anestesi spinal dapat
diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah
endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul,
bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak
kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi
neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan
preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang
tidak stabil, serta a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi
spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang
lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan
resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan.
Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam
lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang
digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat
jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah
teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar
dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke
dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan
berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan
berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC
cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan.
Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya
runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan
jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak
digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan
spinal.
Teknik Anestesi Spinal
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan
posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja
operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan
menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring
dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.
Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebrata lumbalis (interlumbal).
Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial
dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum
lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.
Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang
subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan
vasokonstriktor seperti adrenalin.
Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat penyuntikan, nyeri
punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera pembuluh
darah dan saraf, serta anestesi spinal total.
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui
jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik
maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat –
obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi
umum, selanjutnya akan menuju target organ masing –masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan
efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat
memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi
dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila
diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting,
membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor
pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional
anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak
ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang
lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat
dapat diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal
tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi
intravena berhasil ditemukan.
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat
anestesi dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di
jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan
menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian,
Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan
skopolamin secara intravena.
Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi
“Gold Standard” dari obat – obat anestesi lainnya, berbagai jenis
obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi
intravena yang ideal belum bisa ditemukan. Penemuan obat – obat ini
masih terus berlangsung sampai sekarang.
1. Teknik Anestesi
Teknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat
tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik
narkotik. induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga
digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan
analgesia regional.
2. Jenis Obat Anesthesi
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat
anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja
seperti, Tiopenton, Diazepam , Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan
Propofol. Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai obat – obat
anestesi intravena tersebut.
2.1 Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali
digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia
umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.
Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan
kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal
tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini
dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
2.1.2 Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi
diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma
Amino Butired Acid).
2.1.3 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat
protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu
metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara
2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena
propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan
untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol
10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik
ataupun relaksasi otot.
2.1.4 Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang
kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada
pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung
cepat.
Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana
tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi,
pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada
pemberian diprivan
2.1.5 Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 – 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka
lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
2.1.6 Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri
ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan
jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan
torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V
melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali
ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol
merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan
pankreatitis.
2.2Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih
dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau
Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting,
tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat
(30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak
konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak
dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan
menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental
[5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital
[1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal
[5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Thiopental
(Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan
methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat
, tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi
anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.
2.1.1 Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat,
barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap
komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang
otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran.
Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada
sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi
neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA).
Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap)
dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
2.1.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara
intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak – anak.
Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital
untuk induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital atau
sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.
Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang
kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam
jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi
penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena
redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi
terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.
2.1.3 Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia
pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan
aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan
isoelektrik elektroensepalogram.
Sistem kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan
frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari
konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya
pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh
darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa
menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia.
Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam
beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya
tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat
dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak
turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi
langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal. bahkan dapat sampai menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.
2.1.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk
menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis
kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
2.1.5 Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi
anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada
pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim
d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan
akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada
saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
2.2 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang
memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali
disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk
menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering
menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada
tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan
“rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama
dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun
1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca
anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi
buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi
sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan
sering disebut dengan emergence phenomena.
2.2.1 Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat
dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik,
sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan
anastesi umum dan juga efek analgesik.
2.2.2 Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata
berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu
kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan
mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan secara
intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan
mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan,
terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah
pada pleksus koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular.
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga
bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah
akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.
dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya,
sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma.
2.2.3 Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular
apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak.
Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M.
dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M ,
untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi
untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.
Emberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menitdengan dosis
setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.
2.2.4 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuscular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10
Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan
dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika
diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
2.2.5 Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur
pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah ,
halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat
menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga
dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan
terjadinya nistagmus dan diplopia.
2.2.6 Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang
telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal
saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus
dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya
pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi
intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif
terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi
tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
2.3 Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan
tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum
somniferum, dan kata “opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti
getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine,
meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan
golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek
utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang
digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi,
farmakokinetik dan efek samping.
2.3.1 Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system
saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu ,
μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih
efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid
tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah
reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan
presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori
(seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
2.3.2 Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau
intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan
fentanil seperseratus dari petidin.
2.3.3 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil
sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia
dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada
anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang
rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga
onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya
fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah
injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati
bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 – 10% opioid
diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil
dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
2.3.4 Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas
otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah
biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla,
tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin
karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan
frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2
meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2
menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi
pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas,
opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Efek pada Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.
Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat
stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam
darah relatif stabil.
2.4 Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi
adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed),
diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa
propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak
(Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis
tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam
merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan
dengan PH 3,5.
2.4.1 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
· Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb
· Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg
· Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
· Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
2.4.2 Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan
muncul setelah 4 – 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan
waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan
menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri.
Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi
bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
2.4.3 Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan
mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah
otak dan laju metabolisme.
Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac
out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan
hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila
dikombinasi dengan opioid.
Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi
pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau
pasien dengan retardasi mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang
menderita kekakuan otot rangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar